Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan (kiri)
bersama istri Rina Emilda (kanan) dan anak bungsunya saat ditemui di
Singapura, Selasa (15/8/2017).
JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua
Divisi Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad
Isnur meminta aparat kepolisian untuk serius mengungkap kasus
penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Lebih dari 200 hari kasus penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu, hingga kini belum juga terungkap. Kelompok sipil pun mendesak Presiden Joko Widodo agar membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk membantu kerja polisi dalam mengungkap kasus ini.
"Diungkap. Jangan sampai nunggu panggilan ke-10 untuk Pak Tito. Panggilan pertama, gagal. Panggilan kedua, tidak berlanjut. Jangan sampai panggilan ke-10. Cukup pada panggilan ketiga, terungkap," kata Isnur dalam talkshow Perspektif Indonesia, Jakarta, Sabtu (4/11/2017).

Di
sela-sela peresmian tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu kemarin, Jumat
(3/11/2017), Presiden Jokowi menyampaikan akan memanggil kembali Kapolri
Jenderal Tito Karnavian, untuk menindaklanjuti kasus Novel.
Isnur pun menyarankan agar dibentuk TGPF. Pembentukan TGPF ini diyakini akan membantu pengungkapan kasus, di samping mengantisipasi hilangnya bukti-bukti dan saksi penyerangan Novel.
Dalam kesempatan tersebut, mantan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ifdhal Kasim mengungkapkan, TGPF akan menjalankan mekanisme fact finding. Mekanisme ini bahkan juga lazim digunakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memulai sesuatu yang akan diserahkan dalam proses judicial.
"Kasus (Novel) ini punya dimensi politis. Oleh karena itu tidak hanya melulu didekati dengan penyelidikan judicial," kata Ifdhal.
Dalam kasus ini, dia mengatakan, ada nuansa yang membuat masyarakat mempertanyakan, kenapa penyidik KPK harus disiram dengan air keras. Penyerangan terhadap seorang penyidik resmi telah mengganggu rasa aman masyarakat.
"Seorang penyidik aja bisa (jadi korban). Apalagi kita," katanya.
"Agar publik mendapatkan rasa aman dan menepis anggapan terhadap kepolisian yang tidak independen dalam penyelidikan kasus Novel, memang tuntutan untuk membentuk satu tim pencari fakta menjadi masuk akal," ucap Ifdhal.
Lebih dari 200 hari kasus penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu, hingga kini belum juga terungkap. Kelompok sipil pun mendesak Presiden Joko Widodo agar membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk membantu kerja polisi dalam mengungkap kasus ini.
"Diungkap. Jangan sampai nunggu panggilan ke-10 untuk Pak Tito. Panggilan pertama, gagal. Panggilan kedua, tidak berlanjut. Jangan sampai panggilan ke-10. Cukup pada panggilan ketiga, terungkap," kata Isnur dalam talkshow Perspektif Indonesia, Jakarta, Sabtu (4/11/2017).
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menunjukkan sketsa wajah terduga
pelaku penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Novel Baswedan, di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (31/7). Kapolri
dipanggil oleh Presiden Joko Widodo untuk melaporkan perkembangan kasus
Novel Baswedan. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/kye/17
Isnur pun menyarankan agar dibentuk TGPF. Pembentukan TGPF ini diyakini akan membantu pengungkapan kasus, di samping mengantisipasi hilangnya bukti-bukti dan saksi penyerangan Novel.
Dalam kesempatan tersebut, mantan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ifdhal Kasim mengungkapkan, TGPF akan menjalankan mekanisme fact finding. Mekanisme ini bahkan juga lazim digunakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memulai sesuatu yang akan diserahkan dalam proses judicial.
"Kasus (Novel) ini punya dimensi politis. Oleh karena itu tidak hanya melulu didekati dengan penyelidikan judicial," kata Ifdhal.
Dalam kasus ini, dia mengatakan, ada nuansa yang membuat masyarakat mempertanyakan, kenapa penyidik KPK harus disiram dengan air keras. Penyerangan terhadap seorang penyidik resmi telah mengganggu rasa aman masyarakat.
"Seorang penyidik aja bisa (jadi korban). Apalagi kita," katanya.
"Agar publik mendapatkan rasa aman dan menepis anggapan terhadap kepolisian yang tidak independen dalam penyelidikan kasus Novel, memang tuntutan untuk membentuk satu tim pencari fakta menjadi masuk akal," ucap Ifdhal.
YLBHI menilai KPK lemah dalam perlindungan terhadap Novel Baswedan.
Fanpage Facebook : https://www.facebook.com/officialwinenlose/
Call Center : +855 6086 0217
SMS / WhatsApp : +6281290999908
BBM : 557135B7
LINE : Winenlose
Twitter : Winenlose
WECHAT : Agenwinenlose
Skype : Winenlose
Instagram : Winenlose
Livechat : http://bit.ly/2d1ZNfT
Link Alternatif : http://winenlose.co/ - http://winenlose88.com